Tuesday, October 13, 2009

Pasar Seni ITB 2006

It’s Sunday morning, September 10th 2006, 5:45 a.m.

+628156082*** calling

“Ha-lo…”

“Ka, jam 7 ya!”

“Jam tuuujuh? Nyubuh amat.”

“Yaaa… stengah lapanan deh.”

“Oke deh. Ti, nomer sapa si nih?”

“Bapak…”

“Oh…”

“Ya udah, ditunggu ya…”

Klik. Zzz..zzz… saya tidur lagi. The Body Shop sale minggu lalu saya beli Relaxing Eye Mask. Oh it’s so relaxing… sekilas tampangnya mirip blue silicone sport brassiere, tapi yang ini ukurannya lebih mini, kae kaca mata kuda warna biru getodeh. Yang jelas, diz TBS REM bikin kegiatan tidur kita menjadi momen yang lebih indah.

Duk duk duk, bukan beduk, pintu diketuk.

“Teeeh, mo ke pasar seni gak?”

“Ya.”

“Dea ikut Teteh ya.”

“Ya.”

Contacts. Tiara. Create message.

T, ktmu dsana aj y. Ek ma Dea.

Tar kolang-kaling kl dah nyampe sana.

Ek ngangkot. Mct gt secara…

Send. Delivered.

Tiara.

Ok. Lg pipis d salman.

Kpagian ni. Gerbangnya bk j 9.

1_bapak_rokokYa, sejak pasarseniitb 2000 bigbadagboom yang lalu saya memang niat berkunjung ke pasarseniitb berikutnya. Tahun 2000 lalu status saya masih sophomore yang visiting pasarseni bersama my beloved two girlfriends, Anggia dan Tiara. Sebenernya ada satu lagi temen saya, tapi saat itu ii yang sedang tergila-gila dengan pacarnya Tedy, jadi ii memilih untuk ber-pasarseni-ria dengan Tedy-nya itu. Howeva, it’s OK, no problemo. Yang jelas, saat itu kami merasa sangat gaya. Rambut dipincuk kerudung bercorak matching dengan warna baju. Atasan dengan bahan cotton jadi pilihan tepat, memakai rompi bercaphucon, tas ransel dan running shoes. Waktu itu kami ngangkot dan masuk dari arah Sabuga, dan langsung memasuki wahana-wahana lutu dan special karena gak penting. Salah satunya cyberayamysteria, teater terlucu versi saya. Setelah membeli tiket terusan berupa sticker Rp.5000,00 dan mengantri sekitar 5 menit, kami dipersilakan masuk ke dalam teater dengan sopan. Di dalam teater yang gelap itu kami (dengan sopan lagi) dipersilakan baringan di matrass-matrass dan bersandar pada bantal-bantal mini yang telah disediakan. Film pun dimulai. Film bercerita tentang pernikahan adat Sunda, tulisan “Wilujeng Sumping” dan “Mohon Doa Restu” muncul pada layar. Ketika pengantin sunda itu disawer, penontonpun ikut disawer pake beras dan permen. Kami bertiga tertawa-tawa, kami tertipu dengan cara yang sopan dan menyenangkan. Setelah keluar dari teater itu, kami dipersilakan dengan sopan lagi untuk menonton lagi, secara kami memiliki karcis terusan tadi. Lutunaaa… Di jalan, kami diberi free newspaper limited edition yang containing all about pasarseniitb2000, koran itu diberi nama Edisi Litonga 2000. Lutunaaa…

Saat itu kami tidak tertarik untuk berbelanja. Secara low budget dan terlalu pageyekgeyek membuat dompet dan system pencernaan tidak sehat. Sepertinya fash backnya terlalu panjang ya?



2_gerai_a_mild_1And here I am. Tiba di pasarseniitb 2006 tumplektubleugh dengan cara yang benar dan kronologis. Masuk lewat gerbang masuk, membeli peta saku Rp. 4000,00 dan menikmati karya2 seni yang dipajang di sana bersama dengan my ‘lil sista Dea yang amit-amit judes dan begog itu. Hari itu tak seperti biasa Dea begitu manis, artificially.

“Teh, Dea sama Teteh aja ya. Teh Tia kan sama Mamanya.”

“Emang ga jadi janjian ma temen-temen seni rupanya?”

“Jadi sih, tapi Dea nemenin Teteh aja. Mo ke atm dulu ga? Ayo Dea anterin.”, ajaknya tersenyum manis.

Dats why I call it as artificially nice. It’s OK, I’m happy anyway. At least I have the bargaining power.


3_komikKami melewati pameran komik kocak sebesar jendela rumah kita. Komik yang saya ingat kira-kira ceritanya seperti ini: Sekelompok ibu-ibu menjemput anak-anaknya di salah satu TK.

Ibu 1: Dona, sini ‘nak!

Seseorang: Pasti dulunya ibunya ngidam dona(t)

Ibu 2: Dwi, sini ‘nak!

Seseorang: Pasti dulunya ibunya ngidam dwi(t)

Ibu 3: Titi! Ayo, kita pulang!


4_iket_pinggangGerai demi gerai kami lewati, accessories demi accessories (setelah bayar) langsung kami pake, dan baju demi baju kami beli. Ikat pinggang acrylic warna-warni dan kalung batu-batu berwarna hijau lutu jadi favorite kami. Oh, it’s so retail therapy. Di teriknya matahari duha itu (wah, saya religius juga ya) lama-lama Oceanus mixed with me, menjadi oceanusjaringaous menurut bahasa bapak saya. Terasa mulai tidak nyaman, kira-kira begitulah artinya.

“Teh… Dea nunggu di sini ya?” Dea melangkah gontai menuju pohon rindang dan duduk di bebatuan sebelah seorang bapak yang menjual novel-novel karya Jamal seorang penulis alumni ITB, salah satu novelnya yang saya ingat berjudul epigram. Sepertinya bagus. (Eh, jangan-jangan Bapak yang jualan itu Pak Jamal sendiri. Hai Pak!)

“Eh, enak aja. Ga ah. Baru segini aja udah capek.”

“Teh, plis lah. Istirahat dulu. Kita duduk-duduk dulu. Kaki Dea kaenya potong nih.Tar Dea potoin teteh deh.”

“Hah? Lumpuh? Jangan dong. Ga punya kursi rodanya De. Ya udah, potoin yang bener. Tapi duduknya tar aja kalo dah nyampe ujung.”


5_gerai_seniJalan-jalan lagi. Beli-beli lagi. Kalau saja tadi saya bawa fedora hat dan white bugs punya Dea, bisa lebih nyaman berjalan-jalan kali ini. Sampai saat ini, saya dan Dea masih kepikiran gaun mini polkadot lutu dan obi hitam yang we love it at the first sight tapi ga dibeli karena we think we can get it at Chocopink Mangga Dua or BTC Pasteur. Persamaan saya dan Dea adalah kadang suka tiba-tiba selektif dalam memilih sesuatu karena menganggap kita juga bisa bikin sendiri, atau bikinan ibu lebih bagus, atau ah yang gitu mah di pasar juga banyak, atau ah kemahalan untuk barang sekualitas itu, pokoknya lobagayasokkreatifsokproduktif. Yeah, kita berdua memang perpaduan antara konsumtif dan selektif. Dua wanita yang nyebelin namun ngangenin.

“Teh, udah nyampe ujung”, Dea mengingatkan.


6_with_deaDua teh botol Sosro cukup menghibur. Dea sibuk ber-SMS dan terima telepon. Teh botolnya gak abis, sisanya saya minum. Seorang ibu lewat di depan kami, membawa bayi berusia kira-kira 3 bulan dalam kereta bayi. Suaminya berjalan di sebelahnya, membawa satu tas besar berisi perlengkapan bayi. Saya sempet mikir, mo belanja koq tampak riweuh begitu? Eniwei endeshoy, it’s not my problem. Di bawah pohon depan Dea, berdiri seorang ibu dengan anak golden agenya yang merengek-rengek minta pulang. Di dekatnya duduk seorang anak abg seumur Dea bersama ayah dan ibunya, menunjuk-nunjuk gerai furniture sambil mengucapkan kata-kata, sepertinya ingin kamarnya didandani seperti itu. Dea masih berasyik masyuk kelyuar dengan sms dan teleponnya. Saya mempelajari peta saku yang saya beli di entrance tadi. Next point must be the food stations. It’s getting warm and I’ve got nothing in my stomach.

Setelah menghentikan aktifitas sms dan teleponnya yang menggunakan jasa pulsa Teteh tercinta itu, kami melanjutkan perjalanan ke stand makanan sambil mengagumi pernak-pernik dan baju yang kami beli sambil berphoto-photo. Narsis mode: on. Sekilas saya melihat sticker yang dibagikan oleh si Kribo yang bertuliskan Stop Shopping di bahu seorang pengunjung, dan satu lagi bertuliskan Let’s Create di lengan seorang pengunjung lain. Yeah, I can see my future for at least next month: I think I’m creating my credit card’s bill for the next October. OK, take a deep breath. Saya gak gila koq, kegiatan berbelanja ini sangat wajar. I convinced myself.


7_somay_1Makan siang di stand somay yang ternyata milik seorang teman kantor dan somaynya enak dan kami nambah dan tambah lagi dan akhirnya dengan rasa malu stop menambah karena si owner duduk di sebelah kami. Soal duduk di sebelah kami sih ga masalah, tapi masalahnya besok pagi dan besok-besok lagi insya Allah umur panjang di kantor saya bakal ktemu dia lagi dan eating disorder ini pasti jadi bahan diskusi meskipun our eating disorder ini mendongkrak omsetnya. Setelah berbabay-babay dan memperlihatkan ikat pinggang warna-warni dan kalung ijo yang baru dan langsung kami pake itu, kami pamit ke stand es lilin rum raisin yang murah meriah dan terasa sejuk di dalam kalbu. Dea secara otodidak mengunjungi stand Mc.D dan membeli burger — ya ampyun si gadis ramping berkaki gempor itu makannya kae orang kesurupan, saya curiga dia ga berdoa sebelum makan somay tadi. Katanya kalau gak berdoa sebelum makan, makanannya dimakan jin, secara badannya Dea kuyus keying begichuw.


8_belanjaanCuaca semakin hangat dan Dea masih banyak kegiatan. Kegiatannya di hari Minggu padat sekali, salah satunya ketemuan dengan teman-teman De-Ha-nya untuk cerita-cerita dan cuci mata di mall. She’s so abg. I love her anyway, because she’s my sister. Saya sempet moto Dea di pameran rumput, dan Dea sempat memuji ikat pinggang yang baru saya beli. Sepanjang jalan kami bertemu dengan orang-orang yang kenal kami. How did we know? Coz they called our names! Hai Eka! Hai Dea! Begitulah mereka menyapa kami yang semakin siang semakin merasa terkenal. Kami insisted masuk ke wahana kompret, komik jepret yang sepertinya menarik. Namyun, manyun. Antriannya panjang, dea bisa telat bersosialisasi dengan teman-temannya. Feeling guilty, Dea mengajak saya ke wahana atm yang ternyata antriannya amat sangat panjang sekali. Ya iyya lahh antriannya panjang banged, di dalem atm kan adem lagi pula keluar dari atm situ kan dapet duit getoloh, secara deh. Kita ga ikut ngantri, hanya duduk selonjoran di bangku dekat tempat sampah, Dea sempat mengusap perut saya yang lutulutulutu, dan menghabiskan Vitazone masing-masing lima teguk, shoot botol bekasnya ke tempat sampah, membersihkan muka pake tissue dan oil blotter, bedakan, lip balm-an, merasa lebih baik, dan siap untuk pulang.


It’s not about the pasarseni thing. It’s about what we choose. And we choose to love diz day. Saya mencintai Dea-ku yang matre dan lucu ini, dan saya bersyukur Allah S.W.T. mengaruniai saya betis yang kokoh dan anti gempor.

No comments:

Post a Comment