Tuesday, October 13, 2009

ngangkot

* Waktu kuliah di Jatingangor beberapa tahun yang lalu, saya sering naik angkot. Angkot Gede Bage - Sayang - Majalaya berwarna hijau. Perjalanan dari Gede Bage ke Jatinangor memakan waktu sekitar satu jam (include macet and ngetem2).

* Sebenernya naik bus damri juga bisa. Route nya sama, dari Gede Bage sampe Jatinangor, tepatnya sampe pangdam (pangkalan damri) UnWim. Begitu turun dari Bus atau Angkot GB, para penumpang yang ampir semua mahasiswa itu disambut gembira oleh para supir angkot dan kondektur angkot coklat jurusan Cileunyi - Tanjungsari - Sumedang. Para mahasiswa pun menyambut supir dan kondektur angkot coklat itu dengan antusias. Supir, kondektur dan mahasiswa saling menyambut. What a scene…

* Belakangan, angkot coklat semakin digemari karena kecepatan dan ketepatannya. Seiring itu pula, peristiwa sambut menyambut antara mahasiswa dan crew angkot mulai hilang. Kesempatan ini diambil oleh tukang ojek yang menampilkan strategi marketing dan service jasa yg beragam.

* In short, untuk efisiensi waktu dan uang, pilihan terbaik adalah naik bus damri, jalan kaki dan naik omprengan sampe fakultas masing2. hal ini bisa dilakukan oleh mereka yang tidak terlalu terburu2. kalo agak buru2, naik ojek langsung ke fakultas masing2 sangat oke. Normalnya, setelah naik bus damri, naik angkot coklat lalu sambung dengan naik omprengan yang waktu itu tarifnya 150 IDR / Round Trip.

* Pilihan saya tetap angkot hijau - angkot coklat - omprengan untuk kuliah siang; angkot hijau - ojek (berhenti di tanjakan cinta belakang kansas) untuk kuliah pagi. Yang agak ribed kuliah pagi. Kompetitor untuk naik bus damri, angkot hijau, angkot coklat, omprengan dan bus kampus (si yellow) banyak sekali. Jadi, sekali lagi, saya tetap setia pada si angkot hijau.

* Di dalam angkot hijau saya biasa duduk paling pojok, kadang di belakang supir, kadang di deket kaca belakang. Posisi itu pw banget. Bisa baca novel, juga bisa tidur. Di dalam angkot hijau itu saya bisa ktemu dengan temen2 dari berbagai macam fakultas, sering juga ktemu sama pacarnya mantan. Kalo dia senyum, saya pura2 baca novel. Biar dia gondok maksutnya, padahal sih saya yang gondok. Pacarnya mantan saya itu cuantiiiikkk banged… Hehehe (dengki)

* Mungkin karena kedengkian itu, pernah suatu ketika saya ditempatkan bersama seorang pemuda berjenggot dikit dalam satu angkot. Pemuda berjenggot dikit itu (jenggotnya berjumlah sekitar 7 helai dengan kepanjangan yg tak menentu) duduk di kursi maksa. Kursi maksa adalah kursi untuk kondektur yang terbuat dari bahan kayu yg ditempelkan nyengcle menghalangi pintu masuk angkot. Jadi kalo normalnya sebuah angkot menampung 7-5 nah angkot itu bisa menampung 7-6.

* Pemuda 7 jenggot itu duduk santai di kursi maksa. Jenggotnya tertiup angin Cileunyi yang menghangatkan. Dia menggenggam uang koin untuk ongkos. Seperti biasa, Cileunyi-Jatinagor macet. Dia tidak membawa novel seperti saya, jadi dia mulai memainkan koinnya.

* Ctak! Ctok! Ctak! Ctok! Permainan koinnya mulai mengganggu konsentrasi. Saya sengaja ngeliatin dia, which is mean: ‘Diem dong, saya kan lagi konsen baca novel’. Dia kayaknya mulai ngerasa diliatin, sepertinya dia berasa ganteng. Dia pun meneruskan aksi main koinnya itu, sekarang koinnya diletakkan di jenggotnya dwong! Plissss!

* Dia mulai mencabuti jenggotnya yang cuma 7 helai dengan koin karatannya itu. Gosh! Plisss… saya gak kuat melihat kejadian ini. Saya membetulkan letak kacamata. Sudahlah, saya pikir, gak usah ngeliatin dia. Saya pun melanjutkan membaca novel.

* Sehelai jenggotnya terbawa angin, nempel dengan pede di kaca mata saya.

No comments:

Post a Comment